Sabtu, 11 Februari 2012

WHEN I NGE BLACK

WHEN I NGE BLACK
Hari kadang tak selamanya menyenangkan. Kadang susah, kadang senang, kadang beruntung, kadang sial kadang bahagia, kadang galau. Itulah yang kualami pada saat itu dimana sedang masa labilnya dan masa senangnya maklumlah sedang masa anak-anak menuju remaja.


Hari itu sungguh hari yang panas dan cerah hingga terik matahari membakar kulitku yang kecoklatan. Memang sangat menyengat karena sedang musim tembakau. Aku bersama teman temanku bermain di sekitar lapangan sepakbola karena sekarang musim tembakau maka lapangan itu ditutupi oleh hamparan-hamparan rigen yang digunakan sebagai wadah penjemur tembakau. Banyak sekali orang yang menjemur tembakau.  Sebagian besar orang-orang tersebut adalah orang yang dari luar desa atau bahkan dari luar kecamatan.
Sebenarnya kami ingin bermain sepakbola tapi karena lapangannya sedang dipakai maka kami putuskan untuk bermain adu gasir. Permainan ini sangat menyenangkan, Permainan adu gasir adalah permainan yang mengadu seekor hewan yang bernama gasir. Hewannya hampir mirip dengan jangkrik hanya ukurannya lebih besar.
Langkah pertama bermain adalah mencari gasir(yaeyalahhh). sebenarnya mencari gasir ini mudah hanya dengan mencari sarangnya yang berbentuk lubang kecil di tanah kalau di tempat saya namanya leng. Agar gasir mau keluar dari tempat persembunyiannya maka kita harus memancingnya dengan mengisi lubang itu dengan air. Maka si gasir akan keluar dari tanah, tahukah kalian mengapa gasir keluar karena gasir takut perutnya kembung makan air terlalu banyak. Tetapi pada saat itu si gasir tidak keluar-keluar juga lalu aku punya ide dengan menambahkan tembakau ke dalam air dan aku rasa ini cukup membuat si gasir itu sakau. Setelah mendapatkan gasir kami berlanjut mengadu gasir pada saat itu aku beradu dengan temanku yang bernama Dwi. Tetapi saya langsung dikalahkan dwi karena gasirnya sangat besar kalau dalam pertandingan tinju ibarat gasir aku adalah mat syapi’i dan yang punya dwi namanya mat taison.
Bosan dengan pertarungan yang sudah pasti aku akan KO. Maka aku mengajak teman teman untuk bermain permainan lain. Lalu saya melihat banyak mobil pengangkut rigen yang keluar masuk lapangan. Ketika melihat sebuahmbil berjalan langsung saja aku menemukan sebuah ide brilian.
“Eh yuk kita main mobil-mobilan ajak saya.
“Ayo kata Danang.
“Ah kamu kayak anak kecil ujar Heri teman saya yang lain
“Emang kamu bukan anak kecil jawabku.
“oh iya ya” kata Heri
“Kalau main yang lain bisa nggak?” Kata Heri.
“Kalau main yang lain mau main apa?” Tanyaku.
“Petak umpet sontak Dwi.
petak umpet lagi, petak umpet lagi yang lain kek kayak ptak mumet, petak sawah, botak ngumpet, dll kata heri.
“Emang kenapa? Tanya Dwi.
“Aku kan nggak bisa ngitung kata Heri.
“memang apa sih Susahnya ngitung? Ngomong nggak pernah, belajar nggak pernah,” tanya Dwi.
“aku nggak punya HP” jawab Heri
“Lalu gimana mau main apa kita?”
“Masak-masakan ujar Danang. Ini anak kayak perempuan mainnya masak-masakan, pasar-pasaran, rumah-rumahan. Aku curiga jangan-jangan dia punya kelainan aku jadi merinding.
“Lalu kita mau main apa? Kataku.
            Tiba-tiba suasana menjadi hening semua orang diam bagaikan sedang diberi ulangan matematika semua orang terlihat sedang berpikir.
“Daripada begini mending kita berenang aja yukkata Heri
“Ide yang bagus. Cuaca panas begini memang enaknya berenang kata Dwi.
kalau begitu aku nggak ikut ya kataku. Bagiku berenang itu adalah ide yang paling buruk sebab aku pernah trauma gara-gara mau belajar berenang di sungai malah tenggelam. Udah gitu aku hampir makan kotoran orang lagi. Mengingat itu membuatku ingin muntah.
“Berenangnya nggak di sungai kok tapi di sengon paling dalamnya sampai perut kata Heri.
Sengon adalah sebuah sumber mata air yang berada di desa tetangga bentuknya seperti kolam renang. Hanya saja oleh pemerintah belum dimanfaatkan sehingga yang memelihara hanya penduduk desa saja. Walau pun tempatnya bagus tetap aku nggak mau kalau nanti aku tenggelam lagi.
“Wan nanti aku ajari tenang saja! Kata Dwi.
            Sebenarnya sih aku sudah bisa berenang tapi gayanya masih kaya batu ngambang.
“Bener ya kalau enggak nanti aku ceburin loh ngapain aku ceburin kan dia bisa berenang.
            Akhirnya setelah perdebatan yang alot akhirnya kami jadi pergi ke sengon. Walau pun aku masih ragu-ragu dan takut. Dengar dengar disana pernah ada yang mati tenggelam karena nggak bisa berenang dan jangan-jangan nasib ku akan sama. Tapi demi belajar berenang aku kuatkan tekatkan tekadku ketakutan bukan masalah bagiku kalau galau itu baru masalah.
“Nah sekarang kita kesana naik apa?“ Tanyaku.
“Bagaimana kalau numpang mobil lewat” jawab Dwi
“nanti kalau dimarahi supirnya gimana? Kata Heri lagi
“kita naiknya diam-diam saja”Kataku
“lalu turunnya gimana?” Heri bertanya lagi, “nanti kita turunnya bersama-sama” kataku
Setelah beberapa lama ada mobil yang lewat aku dan taman-temanku pun bersiap-siap untuk menaiki mobil pada saat berjalan, cara ini aku rasa sangat ekstrim bagi anak-anak seusia kami yang pada saat itu masih kelas 3 SD.
Seperti sedang ikut ajang fear factor, sebuah acara tv yang mempertontonkan adegan-adegan ekstrim. Pada saat mobil di depanku langsung aku meloncat menaiki mobil itu. Namun aku tersadar bahwa teman-temanku belum naik mobil bersamaku mereka pun pun melambai-lambaikan tangan menyuruh aku untuk turun wan.. turun wan.., namun mobil berjalan sudah terlalu cepat Ya Allah selamatkan hambamu ini.
Jadi aku memutuskan untuk turun pada saat mobil berhenti. Na’as mobil tidak berhenti dan malah melaju tambah kencang. Mobil ini  berjalan semakin jauh dan bertambah kencang jangan-jangan supirnya berniat menculikku.
Aku rasa mobil ini sudah membawaku terlalu jauh dan dengan berpikir cepat aku memutuskan melompat dari mobil walaupun bawahnya adalah aspal.  “satu..dua..tiga!!!”lirihku aku langsung melompat dari mobil. Tragisnya keseimbanganku goyah maka aku langsung jatuh. Dan tidak beruntungnya adalah lutut, lengan dan sikuku mendarat lebih dulu “bruk” “innalillahi!!”tangisku akhirnya aku terkapar ditengah jalan sambil merintih kesakitan seperti pada saat mr. Bean dijatuhkan dari langit.
Dan beruntungnya aku diselamatkan oleh bapak-bapak baik hati, rupawan, suka menolong, dan rajin menabung yang langsung membawaku pulang ke rumah.
Sampai di rumah bukannya aku diobati oleh ibuku malah diberi terapi jantung “Makanya jangan suka naikin mobil sembarangan”. Pada saat itu aku serasa seperti orang bodoh yang tak berfikir dulu sebelum bertindak dan semenjak saat itu, aku berjanji tidak akan menaiki mobil orang sembarangan.
INSYAALLAH Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar