WHEN I NGE BLACK
Hari
kadang tak selamanya menyenangkan. Kadang susah, kadang senang, kadang
beruntung, kadang sial kadang bahagia, kadang galau. Itulah yang kualami pada
saat itu dimana sedang masa labilnya dan masa senangnya maklumlah sedang masa
anak-anak menuju remaja.
Hari
itu sungguh hari yang panas dan cerah hingga terik matahari membakar kulitku
yang kecoklatan. Memang sangat menyengat karena sedang musim tembakau. Aku
bersama teman temanku bermain di sekitar lapangan sepakbola karena sekarang
musim tembakau maka lapangan itu ditutupi oleh hamparan-hamparan rigen yang
digunakan sebagai wadah penjemur tembakau. Banyak sekali orang yang menjemur
tembakau. Sebagian besar orang-orang
tersebut adalah orang yang dari luar desa atau bahkan dari luar kecamatan.
Sebenarnya
kami ingin bermain sepakbola tapi karena lapangannya sedang dipakai maka kami
putuskan untuk bermain adu gasir. Permainan ini sangat menyenangkan, Permainan
adu gasir adalah permainan yang mengadu seekor hewan yang bernama gasir. Hewannya
hampir mirip dengan jangkrik hanya ukurannya lebih besar.
Langkah
pertama bermain adalah mencari gasir(yaeyalahhh). sebenarnya mencari gasir ini
mudah hanya dengan mencari sarangnya yang berbentuk lubang kecil di tanah kalau
di tempat saya namanya leng. Agar gasir mau keluar dari tempat persembunyiannya
maka kita harus memancingnya dengan mengisi lubang itu dengan air. Maka si
gasir akan keluar dari tanah, tahukah kalian mengapa gasir keluar karena gasir
takut perutnya kembung makan air terlalu banyak. Tetapi pada saat itu si gasir
tidak keluar-keluar juga lalu aku punya ide dengan menambahkan tembakau ke
dalam air dan aku rasa ini cukup membuat si gasir itu sakau. Setelah
mendapatkan gasir kami berlanjut mengadu gasir pada saat itu aku beradu dengan
temanku yang bernama Dwi. Tetapi saya langsung dikalahkan dwi karena gasirnya
sangat besar kalau dalam pertandingan tinju ibarat gasir aku adalah mat syapi’i
dan yang punya dwi namanya mat taison.
Bosan
dengan pertarungan yang sudah pasti aku akan KO. Maka aku mengajak teman teman
untuk bermain permainan lain. Lalu saya melihat banyak mobil pengangkut rigen
yang keluar masuk lapangan. Ketika melihat sebuahmbil berjalan langsung saja aku
menemukan sebuah ide brilian.
“Eh yuk kita main
mobil-mobilan”
ajak saya.
“Ayo” kata Danang.
“Ah kamu kayak anak
kecil”
ujar Heri
teman saya yang lain
“Emang kamu bukan
anak kecil”
jawabku.
“oh
iya ya” kata Heri
“Kalau main yang lain
bisa nggak?” Kata
Heri.
“Kalau main yang lain
mau main apa?” Tanyaku.
“Petak umpet” sontak Dwi.
“petak umpet lagi,
petak umpet lagi yang lain kek kayak ptak mumet, petak sawah, botak ngumpet,
dll”
kata heri.
“Emang kenapa?” Tanya Dwi.
“Aku kan nggak bisa ngitung” kata Heri.
“memang apa sih Susahnya ngitung?
Ngomong nggak pernah, belajar nggak pernah,” tanya Dwi.
“aku nggak punya HP” jawab Heri
“Lalu gimana mau main apa kita?”
“Masak-masakan” ujar Danang. Ini anak kayak perempuan mainnya masak-masakan, pasar-pasaran,
rumah-rumahan. Aku curiga jangan-jangan dia punya kelainan aku jadi merinding.
“Lalu kita mau main
apa?” Kataku.
Tiba-tiba suasana menjadi hening
semua orang diam bagaikan sedang diberi ulangan matematika semua orang terlihat
sedang berpikir.
“Daripada begini
mending kita berenang aja yuk” kata Heri
“Ide yang bagus. Cuaca panas begini memang enaknya
berenang”
kata Dwi.
“kalau begitu aku
nggak ikut ya” kataku. Bagiku berenang itu adalah ide yang
paling buruk sebab aku pernah trauma gara-gara mau belajar berenang di sungai
malah tenggelam. Udah gitu aku hampir makan kotoran orang lagi. Mengingat itu
membuatku ingin muntah.
“Berenangnya nggak
di sungai kok tapi di sengon paling dalamnya sampai perut” kata Heri.
Sengon
adalah sebuah sumber mata air yang berada di desa tetangga bentuknya seperti
kolam renang. Hanya saja oleh pemerintah belum dimanfaatkan sehingga yang
memelihara hanya penduduk desa saja. Walau pun tempatnya bagus tetap aku nggak
mau kalau nanti aku tenggelam lagi.
“Wan nanti aku
ajari tenang saja!” Kata
Dwi.
Sebenarnya sih aku sudah bisa
berenang tapi gayanya masih kaya batu ngambang.
“Bener ya kalau
enggak nanti aku ceburin loh” ngapain aku ceburin kan dia bisa berenang.
Akhirnya setelah perdebatan yang
alot akhirnya kami jadi pergi ke sengon. Walau pun aku masih ragu-ragu dan
takut. Dengar dengar disana pernah ada yang mati tenggelam karena nggak bisa
berenang dan jangan-jangan nasib ku akan sama. Tapi demi belajar berenang aku
kuatkan tekatkan tekadku ketakutan bukan masalah bagiku kalau galau itu baru
masalah.
“Nah sekarang kita kesana naik apa?“
Tanyaku.
“Bagaimana kalau numpang mobil lewat”
jawab Dwi
“nanti kalau dimarahi supirnya gimana?” Kata Heri lagi
“kita naiknya diam-diam saja”Kataku
“lalu turunnya gimana?” Heri
bertanya lagi, “nanti kita
turunnya bersama-sama” kataku
Setelah
beberapa lama ada mobil yang lewat aku dan taman-temanku pun bersiap-siap
untuk menaiki mobil pada saat berjalan, cara ini aku rasa sangat ekstrim bagi
anak-anak seusia kami yang pada saat itu masih kelas 3 SD.
Seperti sedang
ikut ajang fear factor,
sebuah acara tv yang mempertontonkan adegan-adegan ekstrim. Pada saat mobil di
depanku langsung aku meloncat menaiki mobil itu. Namun aku tersadar bahwa teman-temanku
belum naik mobil bersamaku mereka pun pun melambai-lambaikan tangan
menyuruh aku untuk turun ”wan.. turun wan..”, namun mobil
berjalan sudah terlalu cepat Ya Allah selamatkan hambamu ini.
Jadi aku
memutuskan untuk turun pada saat mobil berhenti. Na’as mobil tidak berhenti dan
malah melaju tambah kencang. Mobil ini berjalan semakin jauh dan bertambah kencang jangan-jangan supirnya
berniat menculikku.
Aku
rasa mobil ini sudah membawaku terlalu jauh dan dengan berpikir cepat aku
memutuskan melompat dari mobil walaupun bawahnya adalah aspal. “satu..dua..tiga!!!”lirihku aku langsung
melompat dari mobil. Tragisnya keseimbanganku goyah maka aku langsung jatuh. Dan
tidak beruntungnya adalah lutut, lengan dan sikuku mendarat lebih dulu “bruk” “innalillahi!!”tangisku
akhirnya aku terkapar ditengah jalan sambil merintih kesakitan seperti pada saat mr. Bean dijatuhkan
dari langit.
Dan
beruntungnya aku diselamatkan oleh bapak-bapak baik hati, rupawan, suka
menolong, dan rajin menabung yang langsung membawaku pulang ke rumah.
Sampai
di rumah bukannya aku diobati oleh ibuku malah diberi terapi jantung “Makanya jangan suka naikin mobil
sembarangan”. Pada saat itu aku serasa seperti orang
bodoh yang tak berfikir dulu sebelum bertindak dan semenjak saat itu, aku
berjanji tidak akan menaiki mobil orang sembarangan.
INSYAALLAH
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar